Rabu, 11 Juni 2014

IMPLIKATUR PERCAKAPAN


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang

Pragmatik merupakan telaah penggunaan bahasa untuk menuangkan maksud dalam tindak komunikasi sesuai dengan konteks dan keadaan pembicaraan. Bahasa memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan manusia terutama fungsi komunikatif. sehingga aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam kajian pragmatik adalah bahasa kaitannya dengan konteks. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk guna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan berkomunikasi, manusia dapat memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk menyatakan pikiran dan pendapatnya serta bekerja sama. Bahasa sebagai alat komunikasi haruslah dipahami penutur dan mitra tuturnya sehingga penggunanya tidak menimbulkan salah pengertian. Pesan seorang penutur kepada mitratuturnya dapat berjalan baik jika keduanya saling memahami makna tuturan mereka. Pemahaman secara tersurat saja belumlah cukup dalam berkomunikasi, karena pesan dalam berkomunikasi tidak hanya tersurat tetapi juga tersirat. Makna tersurat dapat dimengerti dengan mencari semantis kata-kata yang membentuk ujaran tersebut. Sementara itu, untuk memahami makna tersirat suatu ujaran, pengetahuan semantis saja tidak begitu memadai. Dengan kata lain, makna tersirat tidak terbatas pada apa yang dikatakan oleh penutur saja tetapi apa yang tidak dikatakannya. Dalam sebuah percakapan, untuk dapat memahami makna tersirat suatu ujaran pemahaman mengenai implikatur sangat diperlukan. Makna yang tersirat dalam suatu percakapan disebut juga sebagai implikatur percakapan. Dengan kata lain, implikatur percakapan adalah proposisi atau pernyataan implikatif, yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau yang dimaksudkan penutur berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur dalam suatu percakapan (Grice dalam Gunawan, 2007:247). Implikatur suatu ujaran ditimbulkan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan. Prinsip percakapan adalah prinsip yang harus diperhatikan dan yang harus dipatuhi oleh pengguna bahasa agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Selanjutnya, dijelaskan bahwa prinsip percakapan ini meliputi prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan. Prinsip kerja sama mengharuskan penutur memberikan kontribusi percakapan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Sementara itu, prinsip kesantunan berkenaan dengan aturan-aturan yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertutur, dari pernyataan  di atas maka dapat ditarik  beberapa  rumusan masalah.
1.2    Rumusan Masalah

1.       Hakikat Implikatur?
2.      Bagaimanakah konsep Implikatur Percakapan?
3.      Apa saja jenis-jenis Implikatur Percakapan?
4.      Apa saja ciri – ciri mplikatur Percakapan?

1.3    Tujuan

1.      Untuk mengetahui Hakikat Implikatur
2.      Untuk mengetahui Konsep Implikatur Percakapan
3.      Untuk mengetahui jenis-jenis Implikatur Percakapan
4.      Untuk mengetahui ciri –ciri Implikatur Percakapan

1.4  Manfaat

1.      Dapat mengetahui Hakikat Implikatur
2.      Dapat mengetahui konsep Implikatur Percakapan
3.      Dapat mengetahui jenis-jenis Implikatur Percakapan
4.      Dapat mengetahui ciri-ciri Implikatur Percakapan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HAKIKAT IMPLIKATUR
Implikatur adalah salah satu istilah teknis dalam kajian pragmatik. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan ketika H.P. Grice, ketika memberikan perkuliahan di Universitas Hardvard tahun 1967, atas undangan William James (Thomas, 1995: 56). Istilah implikatur dipublikasikan secara luas oleh Grice tahun 1975 melalui artikelnya yang berjudul “ Logic and Conversation” dalam jurnal Syntax and Semantics Volume 3 Speech Acrt, yang di editori oleh P. Cole dan J.L. Morgan. Implikatur diartikan sebagai implikasi makna yang tersirat dalam suatu tuturan yang disertai konteks, meskipun makna itu bukan merupakan bagian atau pemenuhan dari apa yang dituturkan. Implikatur dapat pula diartikan sebagai implikasi makna berupa satuan pragmatik dari suatu tuturan, baik lisan maupun tulisan. Sehubungan dengan itu, maka hakikat implikatur adalah makna yang terselubung dari sebuah tuturan yang diujarkan Pn atau Mt (Yule,1998:40-41; Bach dan Harnish,1997:165-166;dan Thomas,1995:56).
Dengan demikian implikatur dapat dikatakan memberikan penjelasan yang eksplisit atau secara nyata mengenai cara memaknai lebih dari sekadar “apa yang sebenarnya diucapkan”. Dengan kata lain implikatur memberikan gambaran tindak tutur tertentu. Implikatur percakapan juga merupakan adanya keterkaitan antara ujaran-ujaran yang diucapkan antara dua orang yang sedang bercakap-cakap. keterkaitan ini tidak tampak secara literal, tetapi hanya dipahami secara tersirat (Purwo, 1990).






2.2  KONSEP IMPLIKATUR DAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN
Menurut Levinson (1992:97-100), konsep  implikatur memiliki empat   kegunaan, yakni

 Pertama,implikatur mampu memberi penjelasan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjelaskan kemudian dimasukkan ke dalam “keranjang-keranjang sampah pengecualian” oleh teori-teori gramatikal formal.
Kedua, implikatur mampu memberikan penjelasan mengapa suatu tuturan, misalnya dalam bentuk pertanyaan tetapi bermakna perintah.
Ketiga, implikatur dapat menyederhanakan deskripsi semantik perbedaan      antarklausa.
        Keempat, implikatur dapat menjelaskan berbagai fenomena kebahasaan yang  tampak tidak berkaitan atau bahkan berlawanan, tetapi ternyata mempunyai hubungan yang komunikatif.

2.2  JENIS-JENIS IMPLIKATUR PERCAKAPAN

Grice (1975) membagi implikatur menjadi dua jenis, yaitu implikatur konvensional dan nonkonvensional. Selanjutnya, Implikatur nonkonvensional tersebut oleh Grice diistilahkan dengan implikatur konversasional (Implikatur percakapan), atau performatif  tidak langsung dalam tindak tutur.

      (1) Implikatur konvensional adalah implikatur yang diperoleh langsung dari makna kata,   bukan dari prinsip percakapan. Tuturan berikut ini mengandung implikatur konvensional.

Contoh:
a.  A    : Saya kehabisan bensin.
    B     : Oh, di dekat perempatan sana ada pompa bensin.
            Seperti contoh di atas, ujaran B mengemukakan untuk menyampaikan bahwa A dapat memperoleh bensin di sana. Istilah implikatur konvensional tidak memerlukan syarat konteks khusus agar dapat ditarik kesimpulanya.
 (2)   Implikatur  nonkonvensional atau implikatur percakapan adalah implikasi pragmatik yang tersirat di dalam suatu percakapan.  Di dalam komunikasi, tuturan selalu menyajikan suatu fungsi pragmatik dan di dalam tuturan percakapan itulah terimplikasi suatu maksud atau tersirat fungsi pragmatik lain yang dinamakan implikatur percakapan. Berikut ini merupakan contoh tuturan di dalam suatu percakapan yang mengandung suatu implikasi percakapan.
A: Ali sekarang memelihara kucing.
B : Hati-hati menyimpan daging.
            Tuturan B bukan merupakan bagian dari tuturan A. Tuturan A muncul akibat inferensi yang didasari oleh latar belakang pengetahuan tentang kucing dengan segala sifatnya. Adapun salah satu sifatnya  adalah senang memakan daging.
Antara implikatur konvensional dan implikatur percakapan terdapat perbedaan dalam pemaknaanya. Agar lebih jelas perbedaan dalam pemaknaannya implikatur kenvensional dengan Implikatur percakapan, dapat memperhatikan contoh berikut ini:
(21) Bu Guru : Halizah, baknya sudah penuh ?
        Halizah :  Ya, Bu. Sebentar saya matikan          
(22) Halizah: Bu, masih ada orang.
Bu guru: Ya, nanti saja!
Tuturan (21) “ Halizah, baknya sudah penuh?” Walaupun tuturan (21) bermodus introgatif, namun sesuai dengan konteksnya, Bu guru secara tidak langsung menyuruh Halizah menutup keran, yang diduga baknya sudah penuh. Tuturan (22) “Bu, masih ada orang.” Berimplikasi bahwa keran belum dapat ditutup karena masih ada orang di dalam kamar mandi. Kedua contoh tersebut mengandung implikasi makna tidak langsung (IP). Sementara itu, jawaban Halizah pada (21) “ ya, bu. Sebentar saya matikan.” Dan jawaban Bu guru pada (22) “ Ya, nanti saja!” berimplikasi makna langsung. Tuturan halizah pada (21) sebagai jawaban tuturan Bu guru pada (21) . pada tuturan itu Halizah berjanji untuk menutup keran air bak, yang diperkirakan baknya telah penuh. Dan tuturan Bu guru pada (22) “Ya, nanti saja!” juga sebagai tuturan yang bermakna langsung ( konvensional), karena Bu guru memerintahkan Halizah menutup keran, setelah orang keluar dari kamar mandi.
            Selain itu, Grice juga mengembangkan teori hubungan antara ekspresi, makna, makna tutur, dan implikasi dari suatu tuturan. Dalam teorinya Grice membedakan ada tiga macam implikatur, yakni implikatur konvensional, implikatur nonkonvensional, dan praanggapan. Selain itu, Grice juga membedakan dengan implikatur percakapan umum dan implikatur percakapan khusus. Selanjutnya Harnish (1991) memberikan gambaran teori Grice itu dengan bagan berikut ini,








Keseluruhan isi ujaran

\Apa yg dimaksud        
                                Apa yg dikatakan                   Apa yg diimplikasikan
                                                   

 Apa impliksi Apa implikasi Apa yang                                                                                           Konvensionalnya                         Nonkonvensional                               dipraanggapkan
                                         

Apa implikasi percakapannya
                                Implikatur percakapan khusus          Implikatur percakapan umum

Praanggapan berkaitan dengan pengetahuan bersama antara mitra tutur dengan penutur terhadap sesuatu yang dibicarakan. Pengetahuan bersama itu merupakan prasyarat untuk meyakini sesuatu yang dibicarakan itu benar atau salah. Prasyarat itu mendukung hubungan antara penutur dengan mitra tutur, serta adanya kewajaran tuturan dalam suatu konteks tertentu. Misalnya, “ Bom di Tantena Poso Sulteng baru-baru ini menelan korban lebih dari 21 orang”. Dalam tuturan yang bermodus deklaratif tersebut terdapat dua praanggapan, yakni bahwa ‘bom’ adalah senjata yang mematikan, dan ada pelaku yang meledakkan bom. Dari kedus bentuk praanggapan tersebut menyiratkan makna bahwa ‘bom’  di Poso pantas menelan korban mencapai 21 orang.
Dengan deimikian, dapat dipahami bahwa antara implikatur konvensional, implikatur percakapan, dan praanggapan  memiliki fenomena tersendiri dalam pemaknaan suatu komunikasi tuturan
Fraser (1990) menamakan implikatur dengan istilah ceremonial dan vercular . Bach dan Harnish (1979) menyebutkan istilah implikatur sebagai tindak tutur konvensional  dan nonkonvensional. Lebih lanjut, Grice (1975) mengemukakan bahwa pada dasarnya implikatur berkaitan dengan prinsip umum dalam pragmatik. Prinsip yang dimaksud adalah adanya kerja sama yang kontributif antara Pn dengan Mt dalam suatu percakapan.  Pn dan Mt mengharapkan sumbangan kerja sama sesuai dengan makna yang dapat diterima dan disepakati oleh kedua belah pihak. Sehingga sejumlah implikasi makna tuturan dapat dipahami oleh Pn dan Mt. Seorang siswa yang memohon supaya tidak disuruh maju mengerjakan tugas PR di depan kelas, cukup megimplikasikan tuturan sebagai berikut.

Contoh percakapan,

Siswa               : Bu, PR saya tinggal.
Ibu Guru         : Si…maju!

Dengan memperhatikan kebiasaan siswa yang mengatakan PR saya tinggal atau tinggal di rumah berimplikasi tidak langsung bahwa ia tidak mau disuruh mengerjakan tugas ke depan karena tidak bisa. Bagi guru yang telah mengerti maksud tuturan siswa seperti pada contoh percakapan di atas, yang mengacu pada PK seperti yang dikemukakan Grice dan berdasarkan pengalamam-pengalaman sebelumnya, maka Ibu guru langsung mempersilakan siswa yang lain untuk mengerjakan tugas ke depan kelas. Guru tidak menanyakan , “Di mana buku PR-mu tertinggal? atau ambilkan dahulu ke rumahmu dan setelah itu kamu harus maju ke depan kelas”. Jadi implikatur akan mudah dipahami oleh Pn dan Mt jika keduanya telah berbagi pengalaman dan pengetahuan.
Hakikat implikatur dapat juga dipahami dari tuturan yang disampaikan oleh seorang siswa kepada temannya, seperti yang tampak pada tuturan berikut ini:
Contoh percakapan
A.    Kok, kelerengku tinggal dua?
B.     Nuduh, ya?
Tuturan  (A) disampaikan pada Pn kepada Mt, sebagai sarana untuk menginformasikan bahwa kelerengnya hanya tersisa dua buah, padahal seharusnya lebih dari jumlah itu. Hal itu bermakna, bahwa kelerengnya ada yang hilang, dan ada orang lain yang mengambilnya. Implikasi makna tuturan yang disampaikan Pn pada (A) tampaknya dimengerti oleh Mt. oleh karena itu, Mt menyampaikan respon dengan tuturan (B), yang merasa dituduh. Dengan menggunakan ututran “Nuduh, ya?” berimplikasi makna bahwa Mt tidak mengambil kelereng yang hilang itu. Jadi, tuturan pada (A dan (B) adalah tuturan ber-IP, yang dapat dimaknai dengan kehadiran konteks.  Dilihat dari sudut pandang pemecahan masalah komunikasi oleh Pn dan Mt, implikatur sangat besar peranannya di dalam menginterpretasi makna tindak tutur tidak langsung karena untuk dapat menjawab pertanyaan “Mengapa makna yang terkandung dalam tuturan Pn lebih banyak daripada tuturan yang secara lahir disampaikan oleh Mt?” dibutuhkan cara-cara atau konsepsi-konsepsi tertentu untuk pemecahan masalah tersebut. Oleh karena itu, Grice menyodorkan pemecahan masalah melalui pemanfaatan implikatur percakapan.

2.4  CIRI-CIRI IMPLIKATUR PERCAKAPAN
Apabila diperhatikan, implikatur percakapan memiliki ciri-ciri  spesifik, yang membedakan dengan fenomena pragmatik lainnya. Menurut Cruse (2000:349-351) ada empat kriteria khusus yang merupakan ciri IP, yaitu : bergantung konteks, dapat dibatalkan, tidak dapat dilepaskan, dan dapat diperhitungkan.
1.        Bergantung konteks, 
Ada perbedaan antara implikatur konvensional, libatan (entailment), dan IP. Dilihat dari keberadaan makna, baik pada implikatur konvensional, libatan, atau pun IP pada dasarnya sama-sama memiliki makna bawaan, tetapi, yang berbeda terletak pada (a) makna pada IP sangat ditentukan/bergantung pada konteks, (b) makna pada implikatur konvensional ditentukan oleh konvensi, dan (c) makna pada libatan ditentukan oleh preposisi (Kompson, 1995 : 32-34);Read,1998:238). Pada contoh berikut, tuturan (12 dan 13)adalah makna libatan, sedangkan pada tuturan B pada (14) adalah makna tuturan implikatur konvensional.
(12) Arema ditaklukkan Persipura 1-0 di stadion Kanjuruan Kapanjen Malang.
(13) Arema kalah dari Persipura.
(14) A. Sebagai penggemar sepak bola Inggris, bagaimana perasaan Bapak dengan kegagalan Inggris dalam mengikuti Euro 2008?
        B.  Ah, nggak ada ruginya.
            Pada kalimat  (12) dan (13) makna tuturan ditentukan oleh proposisi tuturan tersebut. Kekalahan yang diderita Arema disebabkan oleh ketangguhan dan kegigihan yang dimiliki Persipura. Jadi, kekalahan Arema terkait (adanya libatan) dengan Persipura. Sementara makna pada (14)B adalah berdasarkan konvensi antara penanya (A) dengan yang ditanya (B).

C.       Dapat Dibatalkan
Makna tuturan ber-IP dapat dibatalkan dengan kehadiran materi tambahan. Proses pembatalan dan materi tambahan dapat diamati pada contoh tuturan (15) berikut ini.
(15) A. Pak, jadi nggak Pak SBY memberi bantuan gempa bumi di Bengkulu, waktu kunjungannya di Kabupaten Muko-muko kemarin?
             B. (1) Beliau masih meminta laporan yang lebih kongkret.
 B. (2) Oh ya, sebagian bantuan telah diberikan Pak SBY secara langsung.
Seumpamanya A adalah wartawan dan B adalah Gubernur Bengkulu, maka jawaban B(1) mengandung IP, bahwa Pak SBY belum memberikan bantuan gempa bumi di Bengkulu, karena masih menunggu laporan yang lebih kongkret dari pihak SATKORLAK, sedangkan pada B (2) menghapus implikatur tersebut.

D.      Dapat Diperhitungkan

IP dapat diperhitungkan dengan menggunakan prinsip-prinsip umum berbasis pada makna konvensional dan informasi kontekstual (Cruse,2000 :351). Makna konvensional dapat diabaikan oleh Pn, ketika memaknai tuturan dengan konteksnya, tetapi ia dapat memaknainya. Misalnya, ada dua orang yang secara manasuka sutuju bahwa jika sewaktu-waktu salah satu diantara mereka mengatakan X, mereka akan memaknai Y, contohnya antara dua orang mahasiswa yang tidak dalam satu kost bahwa manakala salah seorang mengatakan  “Mas,ada teman wanitanya”. atau “Mas, ada tamu”. Sementara si-Mas menyadari bahwa dia tidak memakai baju. Respon atas tuturan khusus itu bersifat  bebas karena itu, jawaban tuturan tersebut bisa bersifat serius, sebagaimana tampak dalam respon B dalam (19),dan bisa dijawab dengan bercanda, seperti pada respon B dalam (20) berikut ini
(19)A : Mas, ada ceweknya,disuruh masuk nggak?
       B : Terima kasih, saya pakai baju dulu.
(20) A: Mas, ada ceweknya, disuruh masuk nggak?
        B: Suruh tunggu sebentar, katakana padanya “Mas baru pulang dari angkasa luar”.
Berikut adalah contoh-contoh implikatur percakapan
1. Ipmlikatur untuk memerintah
            Devi : Mau ke mana, Yan?
Yanti: Aku sakit perut.
Devi: Orang sudah upacara.
Yanti: Duluan aja! (sambil pergi menuju WC)
(Konteks dituturkan oleh Devi ketika mengajak Yanti untuk segera mengikuti upacara bendera, akan tetapi Yanti belum dapat ikut upacara karena perutnya sakit dan segera ke WC. Devi menyuruh (memerintah) Yanti untuk segera ikut, karena upacara segera akan dimulai)
            Pada kutipan di atas penutur menggunakan tuturan bermodus deklaratif untuk memerintah mitra tutur untuk segera berangkat  ke lapangan mengikuti upacara bendera.
2. Ipmlikatur untuk meminta
            Manda : Bara, kelas kita sudah masuk.
            Bara    :  Guru mungkin masih di kantor, biar kita main dulu.
(Konteks: dituturkan ketika Manda mengajak Bara untuk segera masuk ke dalam kelas, karena bel sudah dibunyikan. Sementara Bara mengajak Manda untuk tetap bermain di luar kelas, karena diperkirakan guru masih berada di kantor dan tidak akan marah kepada mereka.)
            Kutipan di atas menggunakan tuturan meminta dengan tujuan agar mitra tutur dapat bertindak sesuai dengan maksud yang terimplikasi di dalam tuturan. Apabila diperhatikan, tuturan meminta yang digunakan  dalam percakapan antarsiswa di luar kelas tersebut adalah bermodus deklaratif. Tuturan bermodus deklaratif digunakan untuk menyampaikan berita. Sesuai konteks dan situasi tuturan penutur meminta mitra tutur agar menemani bermain sampai saat guru masuk ke dalam kelas.
3. Ipmlikatur untuk melarang
            Guru     : Ayo semuanya ke Lapangan
            Wildam : main voli, Pak?
            Guru     : Ya, ya, ke sana!
            Ilham    : Kok diduduki?
            Wildam: Nggak pecah, kok.
            Ilham   : Duduklah! Duduklah! Pak Anang, lihat Wildam
            Guru   : Sini, bolanya!
            Wldam: Ya, maaf, Pak!
(Konteks: dituturkan pada Ilham pada hari Jumat tanggal 2 Desember 2005, kelas V.a kembali berolahraga. Pada hari ini siswa diajak bermain bola voli. Sebelum main voli, bolanya diduduki Wildam, tapi Ilham melarang Wildam mendudukinya. Wildam membandel, dan tetap duduk di atas bola karena kesal  Ilham melarang Wildam dengan  tuturan kebalikannya sambil melapor kepada guru olahraga)
            Sebagaimana terlihat pada kutipan di atas, penutur menggunakan wujud tuturan direktif bermodus interogatif. Sesuai dengan konteks, tuturan tersebut tidaklah dimaksudkan penutur untuk menanyakan kenapa menduduki bola, tetapi penutur bermaksud melarang mitra tutur untuk mendudukinya, sebab bola voli tersebut akan digunakan untuk bermain di lapangan.
4. Ipmlikatur untuk menegaskan
            Amalia: Sarah, kamu suka daging kurban nggak?
            Sarah  : Kalau dikasih mau.
            Amalia: Kamu suka sapi atau kambing?
            Sarah   : Aku suka sapi. Kalau sate kambing mau juga.
(Konteks: dituturkan ketika dilakukan pemotongan hewan korban. Sambil menunggu panitia pemotongan hewan korban Amalia dan Sarah berbincang-bincang tentang suka atau tidaknya makan daging sapi dan kambing. Sarah suka makan daging sapi dan juga suka makan daging kambing. Sementara Amalia suka daging sapi dan daging kambing tidak suka. Hanya saja kalau daging kambing disate juga suka)
            Pada kutipan di atas tampak penutur menggunakan tuturan berwujud asertif menegaskan untuk memberikan penjelasan kepada mitra tutur dari keragu-raguan terhadap kesukaannya kepada daging sapi atau daging kambing.
5. Ipmlikatur untuk mengemukakan pendapat
            Manda: Bara, kelas kita sudah masuk.
            Bara:  Guru mungkin masih di kantor, biar kita main dulu.
            Manda: Nanti dimarah Ibu.
            Bara: Sebentar kita masuk!
(Konteks: dituturkan ketika Manda mengajak Bara untuk segera masuk ke dalam kelas, karena bel sudah dibunyikan. Sementara Bara mengajak Manda untuk tetap bermain di luar kelas, karena diperkirakan guru masih berada di kantor dan tidak akan marah kepada mereka.)
            Dari kutiapn di atas tampak ada 2 tuturan yang berwujud asertif mengemukakan pendapat., yakni Bara:  Guru mungkin masih di kantor, biar kita main dulu dan Manda: Nanti dimarah Ibu. Kedua tuturan ini bermodus deklaratif.
6. Ipmlikatur untuk mengeluh
            Gema : Upacara, nggak?
            Miman: Topiku tinggal di rumah, aku takut.
            Gema : Baris di belakang aja!
(dituturkan ketika upacara bendera Hamiman mengeluh dan tidak berani ikut upacara bendera, karena topinya tertinggal di rumah. Sementara Gema tetap mengajak Hamiman untuk ikut upacara walaupun tidak memakai topi, dan ia sarankan supaya berdiri di barisan paling belakang aja.)
            Dari kutipan di atas tampak penutur menyampaikan tuturan berwujud asertif mengeluh. Tuturan aseryif mengeluh tersebut disampaikan dengan modus deklaratif.
7. Ipmlikatur untuk melaporkan
            Bu Eva: Sarah nggak masuk lagi ya?
            Tasya  : Ke Jakarta, Bu.
Devi  : Mungkin ke bandung, Bu. Sebab , katanya neneknya orang Bandung, Bu.
            Bu Eva: Biasanya dia izin.
            Tasya  : Mungkin izin sama Bu Ana, Bu.
(konteks: dituturkan ketika siswa menjawab pertanyaan Bu Eva ( guru bahasa Indonesia). Bu Eva masuk ke kelas dan ketika persentasi ternyata salah seorang siswa (Sarah) tidak masuk.  Menurut Tasya (teman Sarah), Sarah pergi ke Jakarta ikut orang tuanya. Sementara itu, Devi mengatakan bahwa Sarah pergi ke Bandung, karena sering cerita orang tuanya berasal dari Bandung.
            Pada kutipan di atas, tampak penutur menggunakan tuturan yang bermodus deklaratif. Impilkasi tuturan asertif ini, penutur melaporkan tentang kehadiran Sarah, yang tidak masuk sekolah. Tuturan ini diutarakan untuk menjawab pertanyaan Bu Eva yang menyanyakan kehadiran Sarah
8. Ipmlikatur untuk menyatakan terima kasih
            Ilham: Gik, pinjam pensilnya, dong?
Yogi  : Pensilku ini bagus sekali, tidak bisa dipinjam.( Akan tetapi sesaat kemudian, Yogi meminjamkan pensil itu kepada Ilham)
Ilham : Aduh, Gik, kamu baik sekali.
Yogi  : Hati-hati Ham makainya!
Ilham: Tenang, tengan aja!
(Konteks: dituturkan ketika semua siswa sedang sibuk belajar dan mengerjakan penggalan masing-masing. Secara kebetulan pensil yang digunakan Ilham patah, dan ia mencari peraut pensil tidak ada. Oleh karena itu, Ilham mencari pinjaman pensil dari teman yang duduk di sebelahnya. Kebetulan Yogi memiliki pensil lain di samping yang ia pakai. Akan tetapi pensil yang ia pakai bentuknya agak jelek, namun pensil itu dikatakan olek Yogi pensil yang bagus. Atas peminjaman Yogi Ilham mengucapkan terima kasih.)
            Pada kutipan di atas, menggunakan modus deklaratif untuk mengucapkan terima kasih.
9. Ipmlikatur untuk mengucapkan  selamat
            Nadia: Bagi-bagi kuenya, dong!
            Intan: dikasih teman yang Ultah.
            Nadia: Siapa yang Ultah?
            Intan: Teman kita yang cantik itu(maksudnya Mita)
            Nadia: Nanti saya ikut nyiram,ya?
            Mita: nggak mau, nggak mau.
(Konteks: dituturkan ketika duduk-duduk menunggu tema sekelas yang main voli. Beberapa siswa putri ngobrol di pinggir lapangan. Diantaranya ada yang asyik makan kue Ultah. Mendengar ada teman yang ultah Nadia mau ikut menyiram yang ber-Ultah sebagai ucapan selamat ulang tahun.( tampaknya menyiram teman yang berulang tahun merupakan tradisi yang sedang marak tetapi yang ber-ultah tidak mau disiram.)
Pada kutipan di atas, menggunakan tuturan yang bermodus imperative untuk mengucapkan selamat.
10. Ipmlikatur untuk permintaan maaf
            Aminudin: Yuk, ke kantin ( sambil merangkul Wildam)
            Wildam: Aku nggak punya uang.
            Aminudin: Tenang aja, kamu tempura atau bakso?
            Wildam: Aku bakso aja!
(Konteks: dituturkan pada saat istirahat kedua, Aminudin mengajak Wildam untuk pergi ke kantin sekolah. Ternyata Wildam tidak mau dan seraya menunjukkan sikap minta maaf, dengan alasan tidak punya uang. Akan tetapi Aminudin mau menraktir Wildam jajan. Aminudin menawarkan jajanan kepada Wildam dengan dua pilihan, yakni tempura atau bakso. Ternyata Wildam memilih bakso)
            Dalam percakapan di atas penyataan minta maaf dari penutur tidak dinyatakan secara langsung tetapi tersirat dalam konteks tuturan. 
11. Ipmlikatur untuk memuji
            Dini: Lek, gimana puasanya?
            Molek: Molek nih, hebat.
            Dini: kecil-kecil, sudah cukup puasanya, ya.
            Molek: Puasamu gimana , Din?
            Dini: Baru tiga hari.
            Sarah: Hi hik , baru tiga hari.
Dini: Itulah namanya wanita. ( kemudian mereka diam sejenak dan melanjutkan ke tuturan berikutnya)
            Molek: Sarah, kamu biasa takjil apa?
            Sarah: Mamaku sering beli di pasar.
            Molek: Maksudku, apa kolak, apa bubur, apa yang lain?
            Sarah: Ya, macam-macam
(Konteks: dituturkan oleh siswa setelah kembali lagi ke sekolah setelah libur selama seminggu pada awal puasa. Dini, Molek, dan Sarah berbagi mengalaman tentang suasana puasa Ramadhan yang mereka kerjakan selama satu minggu awal libur ramadhan. Molek dan Sarah fisiknya masih kecil dan puasanya cukup, sedangakan Dini yang fisiknya agak besar, dan kemungkinan sudah baligh, karena itu ia mengatakan seperti tuturan (Itulah namanya wanita). Hal ini, belum dimengerti oleh Sarah dan Molek karena itu, Sarah menertawakan jumlah puasa Dini. Tapi demikian Dini juga memuji puasa Sarah dan Molek yang jumlah hari cukup). Pada kutipan di atas, penutur menyampaikan tuturan ekspresif memuji dengan modus deklaratif.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Implikatur percakapan juga merupakan adanya keterkaitan antara ujaran-ujaran yang diucapkan antara dua orang yang sedang bercakap-cakap. keterkaitan ini tidak tampak secara literal, tetapi hanya dipahami secara tersirat. Implikatur memiliki empat   kegunaan, yakni, pertama, implikatur mampu memberi penjelasan fungsional, kedua, implikatur mampu memberikan penjelasan terhadap suatu tuturan, ketiga, implikatur dapat menyederhanakan deskripsi semantik perbedaan antarklausa, keempat, implikatur dapat menjelaskan berbagai fenomena kebahasaan. Implikatur dibagi menjadi dua jenis, yaitu implikatur konvensional dan nonkonvensional. Ada empat kriteria khusus yang merupakan ciri IP, yaitu : bergantung konteks, dapat dibatalkan, tidak dapat dilepaskan, dan dapat diperhitungkan.

3.2 SARAN
Penulis sangat berharap pembaca dapat mencermati dan memahami isi makalah ini. Dengan memahami makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui hakikat impilkatur, konsep implikatur percakapan, jenis-jenis implikatur percakapan, dan cirri-ciri implikatur percakapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar