Rabu, 11 Juni 2014

TELAAH BUKU TEKS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan buku teks sudah tidak asing lagi di telinga kita.  Banyak sekali manfaat bagi siswa maupun bagi guru, salah satunya untuk penunjang pembelajaran. Buku teks akan berpengaruh terhadap kepribadian siswa, walaupun pengaruh itu tidak sama antara siswa satu dengan lainnya. Dengan membaca buku teks, siswa akan dapat terdorong untuk berpikir dan berbuat yang positif, misalnya memecahkan masalah yang dilontarkan dalam buku teks, mengadakan pengamatan yang disarankan dalam buku teks, atau melakukan pelatihan yang diinstruksikan dalam buku teks.
Buku teks memiliki kekuatan terhadap perubahan otak siswa. Buku teks dapat mempengaruhi pengetahuan anak dan nilai-nilai tertentu. Sebagai buku pendidikan, buku teks memainkan peranan penting dalam pembelajaran. Dengan buku teks, program pembelajaran bisa dilaksanakan secara lebih teratur, sebab guru sebagai pelaksana pendidikan akan memperoleh pedoman materi yang jelas. Sebagai seorang guru, kita juga harus pandai dalam memilih buku teks yang baik. Geene dan Pety (dalam Tarigan, 1986: 21) Buku teks merupakan pembimbing dan penunjang dalam mengajar. Bagi murid, buku teks bertugas sebagai dasar untuk belajar sistematis, untuk memperteguh, mengulang, dan untuk mengikuti pelajaran lanjutan.
Buku teks dapat dipandang sebagai simpanan pengetahuan tentang berbagai segi kehidupan. karena sudah dipersiapkan dari segi kelengkapan dan penyajiannya, buku teks itu memberikan fasilitas bagi kegiatan siswa. Penggunaan buku teks merupakan bagian dari upaya pencipataan “budaya buku” bagi siswa, yang menjadi salah satu indikator dari masyarakat yang maju. Buku teks berperan secara maknawi dalam prestasi belajar siswa. Laporan World Bank (1995).

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apakah Pengertian dari Buku Teks?
2.      Bagaimanakah Gambaran tentang Buku Teks?
3.      Bagaimanakah Kriteria dan Karatersitik Buku Teks?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Buku Teks
2.      Untuk mengetahui Gambaran tentang Buku Teks
3.      Untuk mengetahui Kriteria dan Karateristik Buku Teks
1.4 Manfaat
1.      Dapat mengetahui pengertian Buku Teks
2.      Dapat mengetahui Gambaran tentang Buku Teks
3.      Dapat mengetahui Kriteria dan Karateristik Buku Teks 


BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Buku Teks
            Pengertian buku teks beraneka ragam. Akibat keanekaragaman ini dirasakan sulit untuk menemukan pengertian yang pasti. Yang jelas BT sebagaimana buku-buku lain juga merupakan rekaman verbal dari penulisnya., BT memuat sejumlah ide penulisnya yang dituangkan secara visual dalam bentuk lambang-lambang tulis.Menurut Tarigan (dalam Sriasih, 2012:20), sejak dulu telah banyak ahli yang menaruh perhatian pada buku teks, dan juga mengemukakan pengertian. Berikut ini beberapa kutipan yang dikemukakannya.
            Ada yang mngatakan bahwa ‘buku teks adalah rekaman pikiran rasial yang disusun buat maksud-maksud dan tujuan-tujuan intruksional’ (Hall-Quest dalam Sriasih, 2012:20).
            Ahli yang lain menjelaskan bahwa ‘buku teks adalah buku standar atau buku setiap cabang khusus studi’ dan dapat terdiri dari dua tipe yaitu pokok/utama dan buku suplemen/tambahan (Lange dalam Sriasih, 2012:20).
            Lebih rinci lagi, ada ahli yang mengemukakan bahwa’ buku teks adalah buku yang dirancang buat penggunaan di kelas, dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau para ahli dalam bidang itu dan dilengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi’ (Bacon dalam Sriasih, 2012:21).
            Ahli berikutnya mengutarakan bahwa ‘buku teks adalah sarana belajar yang biasa digunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran’ dalam pengertian modern dan yang umum dipahami (Buckingham dalam Sriasih, 2012:21).
            Sriasih (2012:22) menyatakan bahwa ‘buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu buat maksud-maksud dan tujuan intruksional, yang diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang sesuatu program pengajaran.
            Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapatlah penulis simpulkan tentang pengertian buku teks yaitu buku yang digunakan sebagai sarana belajar di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang mencakup rekaman pikiran rasial yang disusun buat maksud-maksud dan tujuan instruksional, terdiri dari dua tipe yaitu buku pokok/utama dan suplemen/tambahan, dan buku ini dengan cermat disusun oleh para pakar atau para ahli dalam bidang itu dan dilengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi.
2.2 Gambaran Buku Teks
            Buku teks bagaimanapun wujudnya, kehadirannya masih sangat dibutuhkan di lembaga pendidikan. BT merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan dan merupakan media untuk memperlancar hubungan guru dengan siswa, juga dengan lingkungan. Demikian besarnya peranan BT bagi siswa, khususnya bagi guru sehingga terasa hampa bila proses belajar-mengajar itu tidak dilengkapi dengan BT. Tanpa BT, siswa harus giat mencatat tentang apa yang didiktekan gurunya, sementara guru membaca dari sebuah buku di depan kelas. Guru juga sibuk mencari bahan pengajaran baik bahan bacaan, bahan pengetahuan kebahasaan, menyiapkan tugas-tugas dan latihan, dan sebagainya. Akibatnya, suasana menjadi sangat tegang karena masing-masing pihak terlihat sibuk. Guru juga seakan-akan dikejar-kejar untuk menyelesaikan materi pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum. Untuk menghindari perasaan dikejar-kejar waktu untuk menyelesaikan materi pelajaran tepat pada waktunya, barangkali perlu dilihat materi-materi yang sekiranya bias dipelajari sendiri oleh siswa, tanpa melalui tatap muka di depan kelas. BT dapat dijadikan alat untuk membantu guru menyelesaikan jatah materi sesuai kurikulum. Buku teks haruslah memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan fungsi, peranan, dan sifat BT. Paling tidak BT yang ada mempunyai gambaran sesuai dengan syarat BT yang ideal. Penampilan BT dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi ekstrinsik dan segi intrinsik. Dalam hal ini BT itu berupa materi pelajaran.  Kedua unsure BT itu dibicarakan di bawah ini.


2.2.1 Gambaran Ekstrinsik Buku Teks
            Penampilan BT harus mempertimbangkan segi fisiknya. Penampilan fisik ini memberikan kesan pertama bagi pembaca sebelum membaca isinya. Sehubungan dengan penampilan fisiknya, ada sejumlah persyaratan yang harus diperhatikan seperti berikut ini.
a)      Judul buku
Judul buku (dalam hal ini buku teks) harus menarik, singkat, jelas, dan persuasif. Judul buku tentu harus dapat member gambaran isi buku secara menyeluruh. Ada kalanya buku mempunyai penjelasan. Misalnya, BERBICARA SEBAGAI SUATU KETERAMPILAN BERBAHASA. Judul buku seperti itu tentu terlalu panjang, tetapi dapat dipersingkat BERBICARA sebagai suatu keterampilan berbahasa. Judul penjelasan ini ditulis dengan huruf kecil dibawahnya, sehingga tampaknya buku itu berjudul BERBICARA saja.
b)      Persembahan
Persembahan dalam BT sangat perlu diperhatikan, kepada siapa buku itu ditunjukkan. Dengan kata persembahan yang ditegaskan dalam halaman sampul depan, para siswa atau pembaca akan lebih mudah memilih buku mana yang harus dipelajari atau yang sesuai untuk dipelajari.
c)      Sampul
Warna sampul yang dipilih hendaknya berwarna sejuk, misalnya warna hijau atau biru muda. Ilustrasi dalam sampul depan hendaknya tepat ditinjau dari segi keindahan. Kesederhanaan ilustrasi akan menimbulkan kesan estetik, sedangkan ilustrasi yang berlebihan dan jelimet akan menimbulkan kesan membosankan. Di samping itu, tebal sampul perlu diperhatikan agar tidak mudah robek.
d)     Penjilidan
Penjilidan BT hendaknya dibuat sedemikian rupa agar buku itu kuat dan tahan lama. Penjilidan yang baik adalah menggunakan jahitan benang, bukan hanya dengan bahan perekat sebab dengan bahan perekat, biasanya jilidan mudah terlepas-lepas.
e)      Ilustrasi
Ilustrasi tidak hanya ada pada halaman sampul, tetapi juga pada halaman isi. Ilustrasi hendaknya benar-benar mendukung penjelasan yang ada pada BT. Ilustrasi dapat berupa gambar-gambar, grafik, table, bagan, diagram, skema, dan sebagaainya. Ilustrasi bertujuan memperjelas informasi yang ada pada isi BT.  Jadi, ilustrasi membantu pemahaman siswa yang disampaikan secara verbalis dan memberikan gambaran yang lebih konkret tentang masalah yang dibicarakan.
f)       Tipografinya
Tipografi yang dimaksudkan adalah tata penulisan BT. Tipografi BT sangat membantu siswa dalam kegiatannya membaca, belajar, sesuai dengan kemampuan dan kondisi fisik dan psikologis siswa. Persyaratan yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut.
-        Mempergunakan ejaan yang sesuai dengan ejaan yang dibakukan (EYD).
-        Besar huruf hendaknya disesuaikan dengan perkembangan fisik dan psikologis siswa.
-        Besar hruf hendaknya disesuaikan dengan pendidikan siswa, jelas, dan sederhana. Biasanya untuk siswa yang baru belajar membaca adalah huruf balok, dan huruf cetak untuk siswa sekolah menengah.
-        Jarak spasi harus cukup, tidak terlalu rapat dan juga tidak terlalu renggang.
-        Ada beda yang kontras antara kertas dengan huruf, misalnya tinta hitam dan kertas berwarna putih bersih.
-        Pengorganisasiannya hendaknya sistematis.
-        Bahasa pengantarnya harus bahasa baku, bahasa resmi. Pilihan kata, struktur kalimat hendaknya diperhatikan, mudah dipahami, jelas, tegas, dekat, dan langsung.

g)      Tebal buku
Buku yang terlalu tebal, bagi siswa akan menimbulkan kesan tertentu, seperti malas membawa ataupun malas membaca. Di samping itu, buku yang tebal juga berpengaruh terhadap harga buku.
h)      Kertas
Sebaiknya kertas yang digunakan tidak terlalu mengkilap dan juga bukan kertas buram. Kertas yang mengkilap atau berwarna dapat menyilaukan mata. Demikian juga kertas yang terlalu tipis akan mudah robek.
Di samping persyaratan ekstrinsik seperti yang disebutkan di atas, masih ada persyaratan lain. Persyaratan itu misalnya dilihat dari daftar isinya, kata pengantarnya, lembar catatannya, lampiran-lampirannya, pengesahannya (apakah buku seperti itu diizinkan beredar), dan sebagainya.
2.2.3 Gambaran Intrinsik Buku Teks
            Unsur yang paling penting dari sebuah buku adalah isinya, walaupun persyaratan fisiknya tidak bisa diabaikan. Gambaran intrinsik BT adalah gambaran isi buku teks. Isi BT berupa materi pelajaran. Secara deskriptif sebuah BT memuat jangkauan materi pelajaran yang menyangkut luasnya masalah-masalah yang berhubungan dengan sistem dan struktur bahasa serta pemakaian bahasa yang dipilih oleh penyusun sebagai materi pelajaran bahasa Indonesia dalam BT.
            Jangkauan materi pelajaran ini meliputi:
a)      Jangkauan kebahasaan (linguistik) yang mencakup: (1) sistem dan struktur bahasa dengan jangkauan materibidang fonologi, morfologi, sintaksis, wacana, dan semantik, (2) pemakaian bahasa dengan jangkauan materi bidang: kosa kata, ungkapan, istilah, corak pemakaian bahasa (dialek, register, style, dan media), dan (3) sejarah perkembangan bahasa dengan jangkauan materi: sejarah bahasa, gejala-gejala baru dan masalah-masalah interferensi dari bahasa pertama (B1) ke dalam bahasa kedua (B2).
b)      Jangkauan sosial budaya yang mencakup materi pelajaran yang berhubungan dengan bidang-bidang kehidupan: (1) agama dan kepercayaan, (2) ilmu pengetahuan dan teknologi, (3) kesenian, (4) bahasa, (5) sistem kemasyarakatan, (6) mata pencaharian dan sistem ekonomi, dan (7) peralatan dan perlengkapan hidup manusia.
c)      Jangkauan psikologi (kejiwaan), yaitu jangkauan materi pelajaran yang dimaksudkan untuk membina: (1) pengetahuan tentang bahasa, (2) keterampilan berbahasa dan pragmatic (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), dan (3) sikap mental bahasa siswa.
d)     Jangkauan kesastraan
Pengajaran bahasa Indonesia melibatkan persoalan kesusastraan. PBI bersifat kompleks, di samping bertujuan membina pengetahuan, keterampilan dan sikap, dan membina seni bahasa termasuk juga kesusastraa. Oleh karena itu, materi pelajaran sastra tampak dari segi (a) bentuk: puisi, prosa, dan drama; (b) zamannya: kesusastraan lama, kesusastraan peralihan, kesusastraan baru; (c) penggunaannya: teori sastra, sejarah sastra, kritik sastra, dan apresiasi sastra.
            Mengingat demikian luasnya jangkauan materi pelajaran yang harus ada dalam BT, sedang BT yang ada tidak memungkinkan untuk menampung segala materi pelajaran yang diisyaratkan, maka diperlukan adanya seleksi materi pelajaran. Seleksi materi yang dilakukan harus ditempuh dengan mempertimbangkan kondisi psikologis siswa, kondisi lembaga pendidikan, termasuk sarana yang ada, dan kualitas materi pelajaran.
            Seleksi materi pelajaran bertolak dari jangkauan materi pelajaran itu sendiri, seperti jangkauan linguistiknya, jangkauan sosial budayanya, jangkauan psikologinya, dan jangkauan kesusastraan. Semua isi dan bentuk materi pelajaran hendaknya mendekati kelengkapannya, hanya saja kualitas dan kuantitasnya disesuaikan dengan jenis dan tingkat pendidikan siswa yang mempergunakan buku teks itu.
            Di samping pertimbangan jangkauan dan seleksi materi pelajaran yang ada dalam BT juga pertimbangan prosedur penyajiannya. Penyajian materi pelajaran dalam BT harus mempertimbangkan persyaratan yang ada. Persyaratan itu menyangkut: (1) pengelompokan materi pelajaran menurut isi, bentuk, dan fungsinya, (2) pengurutannya yang berhubungan dengan penyajiannya, seperti: urutan horizontal, urutan vertical, urutan simultan, (3) penahapannya, seperti: tahap pengenalan, tahap penemuan, tahap penajaman, tahap pengobatan, tahap pengayaan, (4) pendemonstrasianny: secara deduktif, induktif, (5) prosedur penyajiannya: bersifat eksplisit, ostensive, pictorial, dan kontekstual.


2.3 Kriteria dan Karakteristik Buku Teks
            Buku memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat modern. Bagi seorang pelajar atau mahasiswa, salah satu buku yang sangat diperlukan adalah buku teks atau buku pelajaran. Buku teks berfungsi sebagai penunjang kegiatan belajar-mengajar dalam mata pelajaran tertentu. Mata pelajaran bahasa Indonesia misalnya, menentukan buku teks bahasa Indonesia, demikian pula sebaliknya.
            Semakin baik kualitas buku teks, maka semakin sempurna pengajaran mata pelajaran yang ditunjangnya. Buku teks mengenai bahasa Indonesia yang bermutu, jelas akan meningkatkan kualitas pengajaran bahasa Indonesia dan hasil pengajaran bahasa Indonesia.
            Greene dan Petty (dalam Sriasih, 2012:34-35), telah menyusun cara penilaian buku teks dengan sepuluh kriteria. Apabila suatu buku dapat memenuhi 10 kriteria yang diajukan, maka dapat dikatakan buku teks tersebut berkualitas. Butir-butir yang harus dipenuhi oleh suatu buku teks, yang tergolong berkualitas tinggi adalah sebagai berikut.
1)      Buku teks itu haruslah menarik minat, yaitu para siswa yang menggunakannya.
2)      Buku teks itu haruslah mampu memotivasi kepada para siswa yang memakainya.
3)      Buku teks itu haruslah memuat ilustrasi yang menarik hati para siswa yang memanfaatkannya.
4)      Buku teks itu seyogyanyalah mempertimbangkan aspek linguistik, sehingga sesuai dengan kemampuan para siswa yang memakainya.
5)      Buku teks itu isinya haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya; lebih baik lagi kalau dapat menunjangnya dengan rencana, sehingga semuanya merupakan suatu kebulatan yang utuh, dan terpadu.
6)      Buku teks itu haruslah dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi para siswa yang mempergunakannya.
7)      Buku teks itu haruslah dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar-samar dan tidak biasa, agar tidak sempat membingungkan para siswa yang memakainya.
8)      Buku teks itu haruslah mempunyai sudut pandang atau point of view yang jelas dan tegas, sehingga pada akhirnya menjadi sudut pandang para pemakainya yang setia.
9)      Buku teks itu haruslah mampu memberikan pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa.
10)  Buku teks itu haruslah dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para siswa pemakainya.
BT yang baik haruslah relevan dan menunjang pelaksanaan kurikulum. Kualitas kriteria itu menurut Greene dan Petty (dalam Sriasih, 2012:35) dapat diilustrasikan dengan modifikasi sebagai berikut. Pandangan atau ilustrasi lain dari pakar-pakar yang lain tentu masih ada.

                                                Sudut Pandang
                                                Kejelasan Konsep
                                                Relevansi dengan Kurikulum
                                                Menarik Minat
Kualitas                                   Menumbuhkan Motivasi
Buku teks                                Menstimulasikan Aktivitas
                                                Ilustratif
                                                Komunikatif
                                                Menunjang Pelajaran Lain
                                                Menghargai Perbedaan Individu
                                                Memantapkan Nilai-nilai












BAB III
PENUTUP

3.1  SIMPULAN
Buku teks yaitu buku yang digunakan sebagai sarana belajar di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang mencakup rekaman pikiran rasial yang disusun buat maksud-maksud dan tujuan instruksional, terdiri dari dua tipe yaitu buku pokok/utama dan suplemen/tambahan, dan buku ini dengan cermat disusun oleh para pakar atau para ahli dalam bidang itu dan dilengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi. Gambaran tentang buku teks yang ideal sangat sulit dijumpai tetapi paling tidak BT yang ada mempunyai gambaran sesuai dengan syarat BT yang ideal.  Gambaran ekstrinsik tentang buku teks, yakni Judul buku, Persembahan , Sampul, Ilustrasi , Tipografinya , Tebal buku, Kertas. Gambaran intrinsik BT adalah gambaran isi buku teks. Isi BT berupa materi pelajaran. Kriteria dan karateristik buku teks yang baik adalah buku teks itu haruslah menarik minat, yaitu para siswa yang menggunakannya, buku teks itu haruslah mampu memotivasi kepada para siswa yang memakainya, buku teks itu haruslah memuat ilustrasi yang menarik hati para siswa yang memanfaatkannya.

3.2  SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.


DARTAR PUSTAKA

             Sriasih, S.  A. P. 2012. Modul Telaah Buku Teks. Singaraja: Undiksha.

SEJARAH KEBUDAYAAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan dirasakan oleh hampir semua manusia dalam masyarakat. Perubahan dalam masyarakat tersebut wajar, mengingat manusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas. Kalian akan dapat melihat perubahan itu setelah membandingkan keadaan pada beberapa waktu lalu dengan keadaan sekarang. Perubahan itu dapat terjadi di berbagai aspek kehidupan, seperti peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, serta religi/keyakinan.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan sistem?
2.      Apa yang dimaksud dengan peralatan hidup?
3.      Apa saja alat-alat batu dan logam Zaman Batu Tua atau Paleolithikum?
4.      Apa saja alat-alat batu dan logam Zaman Batu Tengah atau Mesolithikum?
5.      Apa saja alat-alat batu dan logam Zaman Batu Baru Neolithikum?

1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian sistem
2.      Untuk mengetahui pengertian peralatan hidup
3.      Untuk mengetahui alat-alat batu dan logam Zaman Batu Tua atau Paleolithikum
4.      Untuk mengetahui alat-alat batu dan logam Zaman Batu Tengah atau Mesolithikum
5.      Untuk mengetahui alat-alat batu dan logam Zaman Batu Baru Neolithikum

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Sistem
Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, sistem merupakan sekelompok bagian-bagian alat dan sebagainya yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud, sekelompok dari pendapat peristiwa, kepercayaan dan sebagainya yang disusun dan diatur baik-baik, serta cara atau metode yang teratur untuk melakukan sesuatu.
Definisi mengenai sistem sebenarnya sulit untuk diuraikan. Mengingat kandungan yang ada di dalam sistem tersebut terdapat banyak unsur penting. Secara sederhana sistem diartikan sebagai kumpulan bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan sesuatu maksud.
Dengan demikian, system merupakan kumpulan komponen-komponen suatu bagian yang dapat berupa alat maupun kedudukan atau jabatan yang masing-masing darinya memiliki suatu fungsi yang bekerja secara bersamaan secara sistematis atau terorganisasi.
2.2  Pengertian Peralatan Kehidupan
Yang dimaksud peralatan kehidupan adalah barang yang tercipta oleh manusia dan dihasilkan untuk membantu jangkauan aktivitas manusia.
2.3 Alat-Alat Batu dan Alat-Alat Logam
a.      Zaman batu
1.      Zaman Batu Tua atau Paleolithikum
Berdasarkan daerah temuan, kebudayaan Zaman Batu Tua dibagi atas Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong. Temuannya kebanyakan berserakan dipermukaan tanah.
Kebudayaan Pacitan
Chopper dari Pacitan
Dinamakan kebudayaan Pacitan karena peninggalan kebudayaan itu banyak ditemukan didaerah Pacitan di Pegunungan Sewu (perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur). Temuan ini berupa kapak genggam yang oleh ahli prasejarah disebut chopper (alat penetak). Kapak genggam kebudayaan Pacitan buatannya masih kasar. Bagian tertentu pada tempat menggenggam alat itu agak kecil. Kapak genggam itu tidak bertangkai. Kapak genggam juga ditemukan di Pargi (Sulawesi), Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat) dan Lahat(SumateraBarat).
Kebudayaaan Ngandong
Alat-alat kebudayaan Ngandong banyak ditemukan di desa Ngandong (Ngawi, Jawa Timur), dan di daerah Sangiran (Surakarta Jawa Tengah).
Selain kapak genggam seperti yang ditemukan di Pacitan dan Ngandong dan Sangiran ditemukan alat-alat batu yang disebut Haker. Flakes juga masih kasar buatannya namun sebagian besar dari batu-batu berwarna indah. Flakes juga ditemukan di Cabenge, Sulawesi Selatan.
Flakes yang ditemukan di daerah Sangiran
Alat di atas mempunyai fungsi sebagai alat untuk menguliti hewan buruannya, mengiris daging atau memotong umbi-umbian. Jadi fungsinya seperti pisau pada masa sekarang. Selain ditemukan di Sangiran flakes ditemukan di daerah-daerah lain seperti Pacitan, Gombong, Parigi, Jampang Kulon, Ngandong (Jawa), Lahat (Sumatera), Batturing (Sumbawa), Cabbenge (Sulawesi), Wangka, Soa, Mangeruda (Flores). Walaupun alat-alat Ngandong ditemukan dipermukaan tanah tetapi melalui penelitian dapat ditentukan bahwa alat-alat tersebut berasal dari pleistocen atas/lapisan Ngandong.

2.    Zaman Batu Tengah atau Mesolithikum
Temuan peninggalan kebudayaan zaman batu tengah pada umumnya terdapat di tempat-tempat yang disebut kjökkenmöddinger. Alat-alat Kebudayaan Mesolithikum juga ada yang ditemukan di gua yang disebut  “Abris Sous Roche”. 
Kjökkenmöddinger
            Kjökkenmöddinger, bahasa Denmark, berarti sampah dapur.  Kjökkenmöddinger berupa kulit kerang, jadi dengan sendirinya terletak ditepi pantai, setidak-tidaknya bekas pantai zaman prasejarah. Kjökkenmöddinger yang berupa bukit kerang tinggi dan panjang itu, terjadi karena orang prasejarah yang telah tinggal dirumah panggung, mempunyai kebiasaan makan kerang atau siput laut rebus. Sisa-sisa kulit kerang dan kulit siput laut dibuang di sekitar rumah panggung. Lama-kelamaan sisa kulit kerang dan kulit siput laut itu membentuk bukit kerang. Di antara bukit kerang, ditemukan kapak genggam.
Berbeda dengan kapak genggam zaman batu tua, kapak genggam zaman batu tengah dibuat dari batu yang dibelah dan sisi dalamnya dihaluskan. Kapak genggam semacam ini disebut pebble. Karena banyak ditemukan di Sumatera pebble disebut juga kapak Sumatera.
Dari bukit-bukit kerang ditemukan pula batu pipisan yang merupakan alat penggiling. Pipisan itu selain untuk menggiling makanan, digunakan pula untuk menggiling semacam cat merah, yang diduga untuk keperluan upacara keagamaan atau pemujaan. Temuan lain di kjökkenmöddinger adalah pecahan tembikar dan beberapa barang logam.
Abris Sous Roche
Salah satu abris sous roche
Berbeda dengan kjökkenmöddinger, abris sous roche ditemukan di pegunungan, berupa gua-gua atau ceruk untuk tempat tinggal. Temuan dari abris sous roche antara lain, ujung panah batu, flakes, batu pipisan, dan beberapa alat perunggu, besi tulang dan tanduk.


3.      Zaman Batu Baru Neolithikum
Zaman batu muda diperkirakan berlangsung kira-kira tahun 2000 SM. Perkembangan kebudayaan pada zaman ini sudah sangat maju. Dalam zaman ini, alat yang dihasilkan sudah bagus. Meskipun masih terbuat dari batu, tetapi pada semua bagiannya telah dihaluskan dan persebarannya telah merata di seluruh Indonesia. Menurut Dr. R. Soekmono, Kebudayaan ini lah yang menjadi dasar kebudayaan Indonesia sekarang. Dalam zaman ini, terjadi perubahan pola hidup masyarakat, dari tradisi food gatering ke food producing. Manusia yang hidup pada zaman ini adalah bangsa Proto Melayu. Seperti suku Nias, suku Toraja, suku Sasak dan Suku Dayak.
Peralatan yang dihasilkan zaman batu muda, antara lain :
Kapak lonjong


 




Kapak dengan penampang berbentuk lonjong atau bulat telur. Kapak lonjong terbuat dari batu kali yang berwarna kehitaman. Persebarannya melalui jalur timur, yaitu Jepang, Formosa, Filipina, Minahasa, Maluku, dan Papua. Dua bentuk kapak lonjong Yaitu kapak besar (Walzanbeil) dan kapak kecil (kleinbeil). Kapak lonjong semacam itu diduga dibuat untuk keperluan upacara ritual.
Kapak persegi
Kapak dengan penampang lintangnya berbentuk persegi  panjang atau trapesium. Kapak persegi terdiri atas berbagi ukuran, basar (beliung atau pacul), dan kecil (tarah). Persebarannya melalui jalur barat yaitu dari tenggara semenanjung Malaka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Kapak persegi ini biasanya digunakan sebagai alat, antara lain : beliung, cangkul, dan tarah.
Kapak Bahu
Sejenis kapak persegi yang banyak dijumpai di Asia, namun tidak terdapat di Indonesia, adalah kapak bahu, yaitu kapak yang memiliki semacam bahu untuk tempat mengikat tangkai kapak.
Peninggalan alat-alat terpenting zaman batu baru ialah kapak persegi dan kapak lonjong.

Zaman Logam
            Zaman logam di Indonesia dapat dikatakan merupakan zaman perunggu, karena zaman tembaga tidak pernah dikenal di indonesia. Zaman besi berlangsung hamper bersamaan dengan zaman perunggu. Bahkan, diduga kebudayaan perunggu dan kebudayaan besi berkembang di Indonesia dalam waktu bersamaan. Kebudayaan perunggu juga disebut juga kebudayaan Dongson. Dongson adalah nama suatu daerah di Tonkin, Indo-Cina. Di Dongson pernah dilakkan penyelidikan pertama tentang kebudayaan perunggu. Diduga di daerah inilah kebudayaan perunggu berpusat dan kemudian menyebar sampai ke Indonesia. Perunggu adalah campuran bahan tembaga dan timah. Teknik pembuatan alat-alat logam ialah dengan cara yang disebut a cire perdue. Terlebih dahulu dibuat model benda yang diinginkan dari lilin. Model lilin itu kemudian ditutup dengan tanah liat. Bila tanah liat itu dipanaskan, lilin akan mencair dan mengalir sampai habis melalui lubang yang telah disediakan, sedangkan tanah liat menjadi keras. Melalui lubang yang telah disediakan itu pula logam cair dituangkan ke dalam cetakan tanah liat. Sesudah didinginkan beberapa waktu, cetakan tanah liat itu dipecah. Cara ini menghasilkan benda tidak berongga. Bila diinginkan benda berongga, model lilin diberi teras tanah liat pula. Setelah selesai, tanah liat it dikeluarkan sedikit demi sedikit dari benda logamnya. Dari hasiltemuan erupa cetakan benda perunggu di beberapa tempat, misalnya di desa Manuaba ( Bali ) dan di dekat Bandung ( Jawa Barat) , dapat kita simpulkan bahwa alat-alat perunggu telah dibuat di Indonesia. Temuan di desa Manuaba berupa cetakan untuk membuat nekara, salah satu alat zaman logam.  Beberapa hasil penting zaman kebudayaan perunggu ialah:

1.      Kapak Corong
Kapak corong adalah kapak yang bagian atasnya berbentuk corong. Corong ini berguna untuk memasukkan tangkai kapak. Ujung atau bagian atas kapak corong ada yang dibelah, ada yang tidak dibelah. Kapak corong juga disebut kapak sepatu, karena tangkai kapak dimasukkan ke dalam corong kapak seperti kaki yang dimasukkan ke dalam sepatu. Kapak corong memiliki berbagai macam ukuran, besar dan kecil. Walaupun sebagian besar kapak corong yang titemukan memperlihatkan tanda-tanda bekas dipakai, namun ditemukan pula kapak corong yang diduga dibuat hanya untuk upacara ritual. Kaapk corong seperti ini tidak menunjukkan tanda-tanda bekas dipakai dan biasanya dibuat dengan hiasan indah atau dengan bentuk istimewa. Kapak corong untuk uupacara yang satu sisinya pancang dinamakan candrasa.

Bermacam-macam jenis kapak corong
Candrasa yang satu sisinya panjang
2.      Nekara
     Nekara ialah alat semacam berumbung perunggu yang berpinggang di tengah dan bagian atas tertutup. Temuan nekara utuh hanya beberapa saja. Di berbagai tempat hanya ditemukan pecahan-pecahan nekara. Fungsi nekara adalah sebagai alat-alat bunyian. Membunyikannya dengan cara memukul tutup bagian atasnya dengan alat pemukul. Nekara dipukul dala upacara mengiringi pengantin, mengiringi jenazah, atau upacara memanggil hujan. Nakara juga dipergunakan sebagai mas kawin. Nekara dibuat dengan teknik a cire perdue. Di desa Manuaba ( Bali ), ditemukan alat cetakan nekara. Nekara ada yang berbentuk lebar, ada yang berbentuk ramping. Nekara yang ramoping disebut moko, banyak ditemukan di Pulau Alor ( Nusa Tenggara Timur). Di Pulau Bali ditemukan nekara terbesar yang masih utuh. Nekara  itu yang menurut kepercayaan merupakan bagian bulan yang jatuh, dengan tinggi 1,86 meter dan garis tengah 1,60 meter, sekarang disimpan di Pura Penataran Sasih. Nekara itu dianggap suci dan dipuja penduduk. 
Nekara dari pulau Selayar
            Bagian nekara yang terpenting ialah gambar-gambar hiasan yang terdapat pada “ dinding  luar”nya . Terutama nekara yang dibuat pada zaman prasejarah sangat penting, karena pada zaman itu belum dikenal tulisan. Hiasan itu menggambarkan kehidupan dan kebudayaan zaman prasejarah, terutama dalam zaman logam. Hiasan nekara umumnya berupa hiasan geometris, garis lengkung, garis lurus, dan pilih-pilin. Di beberapa nekara ditemukan hiasan gambar binatang, rumah, perahu, orang sedang berburu, orang menari atau melakukan upacara, rang memegang candrasa, dan lain-lain. Pada salah sat nekara, tedapat hiasan berupa gambar orang sedang meniup alat bunyi-bunyian. Nekara tidak hanya dibuat pada zaman prasejarah saja. Dari beberapa temuan, ternyata nekara tetap dibuat dalam zaman sejarah, bahkan pada abad ke-19 juga masih dibuat nekara.
3.       Bejana Perunggu
                        Selain kapak corong dan nekara, pada zaman perunggu telah dibuat benda semacam periuk tetapi langsing dan pipih. Benda itu dinamakan bejana perunggu. Bejana perunggu ditemukan di tepi Danau Kerinci( Sumatera Barat) dan di Madura(Jawa Timur). Para ahli purbakala hingga kini belum dapat menyimpulkan untuk apa bejana itu dibuat. Seperti pada nekara, dinding luar bejana perunggu dibuat sangat indah dengan gambar-gambar geometris, lengkung, atau gambar binatang.
4.      Perhiasan

            Pada zaman perunggu, orang telah mengenal perhiasaan, baik untuk dipakai sehari-hari, untuk upacara, maupun untuk alat penukar. Perhiasan yang dibuat dari perunggu antara lain gelangtangan, gelang kaki ( binggel), cincin, anting-anting, dan beberapa patung kecil yang diduga untuk leontin. Ditemukan pula cincin-cicin perunggu kecil yang diperkirakan untuk alat penukar. Kaca pada umumnya dibuat manic-manik, berukuran besar dan kecil.
Manik-manik zaman perunggu
                        Perhiasan tidak hanya dibuat dari perunggu dan kaca. Dan beberapa tempat ditemukan pula perhiasan dari kerang yang indah dan dari batu yang indah.


E. Alat- alat Tulang dan Tanduk

            Alat-alat tulang dan tanduk telah dipakai sejak zaman batu tua. Alat-alat ini kemudian masih dipakai sampai zaman sejarah. Di daerah Ngandong, tempat temuan alat-alat zaman batu tua, selain flakes juga ditemukan alat-alat dari tulang binatang dn tanduk rusa. Alat-alat ini yang dibuat semacam belati. Diduga alat ini digunakan untuk mengorek tanah, mencari ubi dan keladi. Ditemukan juga alat-alat seperti ujung tombak yang kedua sisinya bergerigi. Pada zaman kebudayaan batu tengah, alat-alat tulang banyak ditemukan di abris sous rocho Gua Lawa, Sampung (Ponogoro-Jawa Timur). Kebudayaan tulang tetap berkembang pada zaman batu baru. Namun, temuan alat-alat tulang zaman batu baru tidak sebanyak temuan zaman sebelumnya.
Alat-alat tulang dan tanduk zaman palaecolitnikum
yang di temukan di daerah Ngandong.
                F.  Tembikar
   Tembikar adalah barang-barang dari tanah liat. Temuan tembikar pertama adalah tembikar berwujud belanga, di lapisan atas kjokkenmoddinger di Sumatera. Dari hasil penelitian, tembikar yang ditemukan belum dibuat dengan roda pelarik ( landasan berputar). Setelah dibentuk dengan tangan, tembikar itu dihaluskan dengan batu yang sudah halus permukaanya. Lalu dinding luarnya dipukul-pukul dengan papan yang telah diukir dengan berbagai hiasan. Pada umumnya hiasan tembikar itu berupa garis-garis, semacam tali, anyaman bamboo, motif-motif tekstil, dan kerang. Di Meilo( Sumba), banyak ditemukan tembikar yang berisi tulang manusia. Dengan demikian jelas bahwa cara penguburan zaman prasejarah ialah dengan menanam mayat-mayatitu, kemudian setelah tinggal tulang belulang, diadakan pacara penguburan kedua dengan memasukkan tulang belulang itu ke dalam tembikar yang telah disediakan. Cara pengburan ini masih terdapat di berbagai suku bangsa saat ini. 

                                         BAB III
PENUTUP

3.1   Simpulan
                 System merupakan kumpulan komponen-komponen suatu bagian   yang dapat berupa alat maupun kedudukan atau jabatan yang masing-masing darinya memiliki suatu fungsi yang bekerja secara bersamaan secara sistematis atau terorganisasi. Peralatan kehidupan adalah barang yang tercipta oleh manusia dan dihasilkan untuk membantu jangkauan aktivitas manusia. Contoh alat zaman batu tua atau Paleolithikum yaitu kapak genggam,   contoh zaman batu tengah atau Mesolithikum yaitu Haker, dan contoh  alat batu dan logam zaman batu baru Neolithikum yaitu kapak corong, candrasa, nekara.

                     3.2   Saran
               Adapun manfaat dari makalah ini adalah agar mahasiswa memiliki  pengetahuan dan pemahaman tentang sistem peralatan hidup pada zaman prasejarah. Kepada semua pihak diharapkan memberikan masukan yang relevan untuk penyempurnaan makalah ini.